New Update

Rabu, 02 Juli 2025

LPI-ASN Pertanyakan Tindak Lanjut Kejagung Atas Dugaan Korupsi Mamin TA 2023 Setda Papua Barat

 


Jakarta, 2 Juli 2025 – Lembaga Pemantau Integritas Aparatur Sipil Negara (LPI-ASN) kembali mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera menindaklanjuti laporan dugaan korupsi anggaran Belanja Makanan dan Minuman (Mamin) Tahun Anggaran 2023 di Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Papua Barat. Laporan yang disampaikan LPI-ASN ke Kejagung pada 20 Juni 2025 ini mengindikasikan potensi kerugian negara lebih dari Rp11,3 miliar, namun hingga saat ini belum ada langkah konkret dari Kejagung.


Desakan publik semakin menguat mengingat Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat telah menunjukkan keseriusan dengan memulai upaya hukum, termasuk penggeledahan di kantor Setda Kabupaten Sorong, terkait dugaan korupsi pengelolaan anggaran Mamin dengan modus serupa.


"Ini adalah momentum baik untuk memberantas korupsi di seluruh Papua Barat," tegas EP Diansyah, Koordinator LPI-ASN. 


"Ketika Kejati sudah bergerak di Sorong, mengapa kasus serupa pada TA yang sama, dengan nilai yang tidak kalah fantastis di tingkat provinsi, justru seperti jalan di tempat?"

Diansyah menambahkan, bukti awal dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI sudah sangat jelas menunjukkan indikasi penyalahgunaan dana. Hal ini mencakup penggunaan bukti fiktif hingga pengalihan anggaran untuk 'kebutuhan lain' tanpa dasar yang sah. Praktik ini diduga melibatkan pejabat Setda Papua Barat selaku Kuasa Pengguna Anggaran dan secara terang-terangan melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).


"Kami mendesak Kejagung segera mengambil langkah konkret. Penyelidikan yang proaktif, transparan, dan tanpa pandang bulu mutlak diperlukan," pungkas Diansyah. 


Ia berharap penanganan kasus ini akan mengembalikan kepercayaan publik serta menegaskan komitmen penegak hukum dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan akuntabel di Papua Barat.

Sabtu, 21 Juni 2025

Dugaan Anggaran Mamin Fiktif di Setda Papua Barat: LPI-ASN Desak Kejagung Lakukan Penyelidikan


 JAKARTA, 20 Juni 2025 – Kejaksaan Agung (Kejagung) hari ini secara resmi menerima laporan dugaan tindak pidana korupsi senilai Rp11.356.479.783,00. Angka ini terkait dengan anggaran Belanja Makanan dan Minuman (Mamin) pada Sekretariat Daerah Provinsi Papua Barat untuk Tahun Anggaran 2023.

Laporan tersebut disampaikan oleh Lembaga Pemantau Integritas Aparatur Sipil Negara (LPI-ASN), yang secara tegas mendesak Kejagung untuk segera melakukan penyelidikan menyeluruh dan tuntas.


EP Diansyah, Koordinator LPI-ASN, menjelaskan bahwa indikasi kuat adanya korupsi ini terungkap dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. LHP tersebut menunjukkan adanya kejanggalan berupa kelebihan pembayaran dan penggunaan bukti pertanggungjawaban yang diduga fiktif. 


"Dokumen pertanggungjawaban dibuat belakangan hanya berdasarkan nota kosong," ungkap Diansyah.


Ia menambahkan, investigasi awal LPI-ASN menemukan bahwa dana yang seharusnya dialokasikan untuk makanan dan minuman justru diakui untuk 'kebutuhan lain' tanpa adanya bukti-bukti sah yang mendukung penggunaan anggaran tersebut.


Praktik ini diduga melibatkan serangkaian kelalaian dan penyalahgunaan wewenang oleh beberapa pejabat di lingkungan Sekretariat Daerah Provinsi Papua Barat. Pihak-pihak yang disebut-sebut terlibat mencakup Bendahara Pengeluaran, Kepala Bagian Keuangan (selaku Pejabat Pembuat Komitmen Satuan Kerja Perangkat Daerah atau PPK SKPD), hingga Sekretaris Daerah yang menjabat sebagai Pengguna Anggaran.


Perbuatan ini diyakini kuat melanggar Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 2 dan Pasal 3, karena secara jelas menyebabkan kerugian keuangan negara dan adanya penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi atau golongan.


Pasal 2 UU Tipikor mengacu pada perbuatan melawan hukum dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 


Sementara itu, Pasal 3 UU Tipikor mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.


LPI-ASN mendesak Jaksa Agung untuk secepat mungkin mengambil langkah konkret, termasuk memanggil semua pihak terkait untuk dimintai keterangan, serta mengupayakan pemulihan kerugian keuangan negara secara maksimal.


"Transparansi dan akuntabilitas anggaran adalah mutlak dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dilingkungan Pemerintahan Papua Barat," pungkas Diansyah, menekankan pentingnya penegakan hukum dalam kasus ini. (GM) 

Kamis, 12 Juni 2025

KMPK Batalkan Pelaporan Dugaan Korupsi ke KPK Setelah Klarifikasi Pihak Dari Pemkab Arfak


Koalisi Masyarakat Penegak Keadilan (KMPK) hari ini menyatakan membatalkan rencana pelaporan dugaan korupsi dalam pengelolaan dana hibah dan bantuan sosial Tahun Anggaran 2020 di Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. 

Keputusan ini diambil setelah KMPK menerima penjelasan komprehensif dan klarifikasi dari pihak Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak.

Pembatalan ini disampaikan melalui siaran pers resmi KMPK bernomor: 002/SK-KMPK/VI/2025 yang ditujukan kepada Pimpinan Redaksi Cq. Rekan-rekan Wartawan. Dalam surat tersebut, KMPK menjelaskan bahwa setelah menerima klarifikasi atas seluruh poin yang menjadi sorotan mereka, KMPK berpendapat bahwa belum terdapat dasar yang cukup kuat untuk melanjutkan laporan pengaduan tersebut.


"Sehubungan dengan siaran pers KMPK tertanggal 11 Juni 2025 mengenai dugaan korupsi dalam pengelolaan dana hibah dan bantuan sosial Tahun Anggaran 2020 di Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak, bersama ini kami sampaikan bahwa KMPK telah membatalkan rencana pelaporan pengaduan masyarakat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI," demikian pernyataan Paulinus Siregar, Koordinator KMPK, dalam surat klarifikasi tersebut.

Sebelumnya, pada tanggal 11 Juni 2025, KMPK telah mengeluarkan siaran pers awal terkait dugaan korupsi ini. Namun, setelah berkoordinasi dan menerima penjelasan langsung dari Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak, KMPK menganggap bahwa persoalan yang sebelumnya menjadi sorotan telah mendapatkan respons yang memuaskan.

"Keputusan pembatalan ini diambil setelah kami menerima penjelasan komprehensif dari pihak Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak, seusai mereka memberikan klarifikasi atas seluruh poin yang menjadi sorotan kami. Dengan demikian, kami berpendapat bahwa belum terdapat dasar yang cukup kuat untuk melanjutkan laporan pengaduan tersebut," lanjut Paulinus dalam suratnya.

KMPK berharap Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak akan terus menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam setiap pengelolaan keuangan daerah di masa mendatang. "Demikian klarifikasi ini kami sampaikan untuk meluruskan informasi yang beredar di hadapan publik. Atas perhatian dan kerja sama rekan-rekan media, kami ucapkan terima kasih," tutup surat tersebut.

Rabu, 11 Juni 2025

KMPK Desak KPK Selidiki Dugaan Korupsi Dana Hibah dan Bansos TA 2020 di Pegunungan Arfak


JAKARTA, 11 Juni 2025 – Koalisi Masyarakat Penegak Keadilan (KMPK) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menyelidiki dugaan korupsi pengelolaan Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial di Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak Tahun Anggaran (TA) 2020. KMPK menemukan indikasi kuat penyimpangan sistematis yang berpotensi merugikan negara hingga lebih dari Rp22 miliar.

Koordinator KMPK, Paulinus Siregar, menyatakan keprihatinannya atas temuan ini.


"Kami menduga telah terjadi pola korupsi yang terstruktur, di mana dana hibah dan bansos yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat justru raib tanpa pertanggungjawaban yang jelas," tegasnya dalam konferensi pers.


Dugaan penyimpangan ini terungkap dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Kabupaten Pegunungan Arfak TA 2020 (audited), yang menunjukkan lonjakan fantastis pada alokasi anggaran dan berbagai kejanggalan dalam pelaksanaannya.


KMPK menemukan beberapa kejanggalan utama:


A. Lonjakan Anggaran Mencurigakan dan Rekomendasi BPK yang Diabaikan: Anggaran hibah melonjak 397% pada TA 2020, dari Rp14,7 miliar menjadi Rp73,05 miliar. Belanja bansos juga naik 56%, dari Rp35,88 miliar menjadi Rp56,06 miliar. Paulinus menyoroti bahwa kenaikan ini patut dipertanyakan, apalagi masalah pengelolaan dana ini sudah menjadi sorotan BPK sejak LHP BPK Nomor 27.A/LHP.XIX.MAN/06/2020 tanggal 29 Juni 2020. Rekomendasi BPK tahun 2018 terkait penertiban dan akuntabilitas belum sepenuhnya ditindaklanjuti.


B. Verifikasi Penerima Tidak Memadai dan Dana Mengalir ke Pihak Tak Bertanggung Jawab: Penetapan penerima hibah dan bansos hanya berdasarkan disposisi Bupati tanpa verifikasi kelayakan yang memadai. Bahkan, Rp1,859 miliar dana hibah diduga mengalir ke penerima yang belum mempertanggungjawabkan dana pada tahun anggaran sebelumnya. "Ini jelas melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP serta Permendagri Nomor 32 Tahun 2011," ujar Paulinus.


C. Penyaluran Dana Tanpa Dasar Hukum dan Melalui Bendahara: Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak diduga menyalurkan dana hibah dan bansos tanpa Peraturan Kepala Daerah terkait Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial serta Keputusan Bupati tentang Penerima Hibah dan Bantuan Sosial. Mekanisme pencairan juga tidak langsung kepada penerima, melainkan melalui bendahara bantuan sosial.


"Modus ini sangat rentan terhadap penyelewengan," papar Paulinus, menyoroti pelanggaran Pasal 102 PP Nomor 12 Tahun 2019 dan Pasal 14 serta Pasal 32 Permendagri Nomor 32 Tahun 2011.


Puluhan Miliar Rupiah Dana APBD Diduga Raib. Temuan KMPK menunjukkan total Rp22.116.000.000,00 dana publik diduga bermasalah, terdiri dari:

  • a. Rp11.507.000.000,00 Belanja Bantuan Sosial yang belum dipertanggungjawabkan.
  • b. Rp8.750.000.000,00 Belanja Hibah yang belum dipertanggungjawabkan.
  • c. Rp1.859.000.000,00 Hibah yang disalurkan kepada penerima yang belum mempertanggungjawabkan dana di periode sebelumnya.


"Angka ini sangat fantastis. Bagaimana kita bisa menguji penggunaan dana sebesar itu jika laporan pertanggungjawabannya tidak ada dan ada dana yang mengalir ke pihak yang tidak patuh? Ini mengindikasikan adanya kerugian keuangan negara yang sangat besar," seru Paulinus.


Ia menambahkan, kelemahan monitoring dan evaluasi oleh Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak menunjukkan kelalaian serius dalam pengawasan penggunaan dana rakyat.


Tuntutan KMPK kepada KPK

KMPK mendesak KPK untuk:


  1. Segera memulai penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial di Pemerintah Kabupaten Pegunungan Arfak TA 2020.
  2. Memanggil dan memeriksa Mantan Bupati Pegunungan Arfak Tahun 2020, Sekretaris Daerah, Kepala Badan Keuangan, Bendahara Hibah/Bansos, serta seluruh pihak terkait, termasuk penerima dana yang belum mempertanggungjawabkan alokasinya.
  3. Menindak tegas semua pihak yang terbukti terlibat dalam praktik korupsi ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Ini bukan hanya sekadar maladministrasi, tetapi dugaan tindak pidana korupsi yang sistematis dan merugikan rakyat Pegunungan Arfak. Dalam waktu dekat, kami akan mendatangi Gedung Merah Putih untuk secara langsung melaporkan kepada pimpinan KPK. KPK harus turun tangan segera untuk menyelamatkan keuangan negara dan memberikan keadilan bagi masyarakat," tutup Paulinus.

Minggu, 20 April 2025

FGMI Desak KPK Ambil Alih Penanganan Dugaan Korupsi Dana Hibah PMI Ogan Ilir


Jakarta, 20 April 2025 – Forum Generasi Milenial Indonesia (FGMI) menyampaikan keprihatinan mendalam atas lambatnya penanganan dugaan korupsi dana hibah Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Ogan Ilir yang menyeret nama istri Bupati Ogan Ilir, Tikha Alamsjah Panca. Proses hukum yang ditangani Kejaksaan Negeri Ogan Ilir dinilai berjalan tanpa progres signifikan dan menimbulkan kesan diskriminatif.

FGMI juga menyoroti adanya anasir kuat yang mengindikasikan potensi mandeknya proses hukum di tengah jalan. Kekhawatiran ini muncul mengingat posisi strategis Ketua PMI Ogan Ilir dijabat oleh Tikha Alamsjah Panca yang merupakan istri Bupati Ogan Ilir, Wakil Ketua dijabat oleh Asisten I Setda Ogan Ilir, Dicky Shailendra, Bendahara dijabat oleh Kepala BPKAD Ogan Ilir, Sholahuddin, dan Sekretaris dijabat oleh Sayadi, yang merupakan Kepala Dinas Pendidikan Ogan Ilir. 

Struktur organisasi PMI Ogan Ilir yang melibatkan pejabat-pejabat kunci di pemerintahan daerah memperkuat dugaan adanya konflik kepentingan dan potensi intervensi kekuasaan dalam penegakan hukum.

Pada tahun anggaran 2023–2024, Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir mengalokasikan dana hibah sebesar Rp 2 Miliar kepada PMI Kabupaten Ogan Ilir.
Berdasarkan temuan dan pemeriksaan Kejaksaan, muncul dugaan kuat bahwa dana hibah tersebut tidak digunakan sesuai peruntukannya. Bahkan, terdapat indikasi serius penggunaan SPJ (Surat Pertanggungjawaban) fiktif dalam laporan keuangan dana hibah tersebut.

Sejumlah pihak internal PMI, termasuk Sayadi, Sholahuddin, dan Dicky Shailendra, telah dipanggil dan diperiksa berulang kali oleh penyidik Kejaksaan Negeri Ogan Ilir. Sementara itu, Tikha Alamsjah selaku Ketua PMI memang telah dipanggil, namun belum memenuhi panggilan dengan alasan sibuk mendampingi Bupati. Ketidakhadirannya memunculkan pertanyaan besar dan memperkuat dugaan bahwa proses hukum tengah terhambat oleh kekuatan politik yang melindungi pihak-pihak tertentu.

"Lambatnya penanganan kasus ini menunjukkan ketidakadilan dalam proses hukum. Kami menilai Kejaksaan Negeri Ogan Ilir gagal menunjukkan komitmen terhadap prinsip keadilan dan kesetaraan di mata hukum", kata Muhammad Suparjo SM, Koordinator FGMI kepada awak media (20/05/2025). 

"Dengan keterlibatan pejabat strategis dalam struktur PMI, potensi intervensi kekuasaan sangat besar dan memperburuk kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum di daerah", sambungnya.

Melihat situasi ini, FGMI mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera turun tangan. Baik melalui supervisi intensif maupun pengambilalihan
penuh sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 10A Undang-Undang KPK. Keterlibatan KPK sangat penting agar kasus ini tidak berakhir tanpa kejelasan, serta bebas dari intervensi politik lokal.

"Kami tidak ingin kasus ini menguap hanya karena pihak yang diduga terlibat berada di lingkar kekuasaan, Tidak boleh ada impunitas, siapapun orangnya. Jika ini dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di daerah.” tegas Suparjo.

FGMI menilai dugaan korupsi dana hibah ini adalah bentuk nyata penyalahgunaan wewenang dan pengkhianatan terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh PMI.

"Kami menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat sipil, khususnya generasi muda, untuk turut mengawal proses hukum kasus ini serta memastikan KPK hadir sebagai penjaga independensi dan integritas hukum di Indonesia", tutupnya.

Minggu, 19 Januari 2025

KPK didesak Terbitkan Sprindik untuk Dominggus Mandacan




Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Provinsi Papua Barat menunjukkan hasil yang sangat buruk di bawah kepemimpinan Dominggus Mandacan. Berbagai faktor menjadi pemicu tingginya tingkat korupsi di wilayah tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Koordinator Masyarakat Cinta Birokrat Babas Korupsi, Charles Simbolon, dalam konferensi pers di Jakarta pada 20 Januari 2025.


Dalam pemaparannya, Charles menyebutkan beberapa indikasi yang memperburuk keadaan di Papua Barat, di antaranya:

1. Penyalahgunaan Aset Pemerintah

Banyak aset pemerintah yang disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

2. Rendahnya Integritas Aparatur Sipil Negara (ASN)

Kinerja dan integritas ASN sering dipertanyakan, yang berdampak pada pelayanan publik yang tidak optimal.

3. Proses Seleksi Pejabat yang Sarat Kepentingan Politik

Seleksi pejabat di Papua Barat sering kali dipengaruhi oleh kepentingan politik, yang mengabaikan kompetensi dan profesionalisme.

4. Pengaturan dalam Penentuan Pemenang Tender

Praktik korupsi dalam menentukan pemenang tender proyek pemerintah menjadi salah satu masalah serius.

5. Penunjukan Pejabat di Pemerintahan

Penunjukan pejabat sering kali tidak transparan dan lebih didasarkan pada kedekatan politik daripada kualifikasi atau kompetensi.


Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Charles mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mengambil langkah hukum guna mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang bersih (clean government) dan transparan di Papua Barat. 

Ia menyarankan agar KPK menggunakan kasus suap yang melibatkan mantan anggota KPU Pusat, Wahyu Setiawan, sebagai pintu masuk untuk menegakkan hukum di wilayah ini.


"Jika KPK bisa mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk Sekjen PDIP, maka seharusnya KPK juga mampu menerbitkan Sprindik untuk Dominggus Mandacan. Apalagi, dalam persidangan Wahyu Setiawan, telah terungkap dengan jelas bahwa ia menerima suap dari Dominggus Mandacan untuk meloloskan calon anggota KPU Papua Barat," ungkap Charles.


Menurutnya, langkah tegas KPK sangat diperlukan untuk menghentikan praktik korupsi yang semakin mengakar di Papua Barat. Tanpa tindakan konkret, korupsi di provinsi ini akan terus berkembang, merugikan masyarakat, dan menghambat pembangunan daerah. *(red)


Ads 970x90